Ketikjari.com- Forum Pemuda Pemerhati Sosial (FPPS) NTB menggelar dialog penanganan konflik di Kabupaten Bima, Jumat (28/2/2025). Kegiatan dialog berlangsung di Aula PGRI Cabang Kabupaten Bima.
Peserta dialog sebanyak 200 orang dari sejumlah elemen masyarakat dan institusi terkait. Hadir dalam kesempatan itu, Kepala Badan Kesbangpoldagri Kabupaten Bima, Drs Syahrul M.Si, Kasat Binmas Polres Bima, Iptu Sumardin, Danposramil Belo, Mukhtar, perwakilan kepala desa di Kabupaten Bima, perwakilan Babinsa, serta pengurus FPPS NTB.
Ketua pelaksana kegiatan Fikriyadin mengatakan, di Kabupaten Bima sering terjadi konflik sosial sehingga bisa berdampak pada sejumlah sektor. Dia berharap dialog ini bisa memberikan kesadaran kepada masyarakat sehingga tidak terlibat konflik.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kegiatan ini diharapkan dapat terlaksana dengan baik dan bisa menghasilkan solusi dalam penangan konflik yang sering terjadi di Bima,” katanya dalam sambutan.
Di tempat yang sama, Kepala Badan Kesbangpoldagri Kabupaten Bima, Syahrul menegaskan tidak semua orang menginginkan terjadinya konflik, namun kadangkala kondisi itu tidak bisa dihindari karena adanya perbedaan pandangan atau kepentingan.
“Konflik sosial ini dipicu dari berbagai macam latar belakang baik konflik lahan antara masyarakat dengan perusahaan maupun masyarakat dengan masyarakat dalam desa yang bertetangga,” paparnya.
Menurut Kaban, konflik yang terjadi selama ini masih dapat diredam oleh pemerintah dan aparat keamanan. Termasuk konflik etnis juga pernah terjadi di Kabupaten Bima seperti, konflik antara warga Sumba yang bermukim di Desa Tente dengan warga lokal. Maka dari itu, penanganan konflik merupakan tanggung jawab bersama. Seringkali munculnya konflik berawal dari kenakalan remaja sehingga meluas melibatkan masyarakat.
“Dalam penanganan sosial di wilayah Bima perlu ada kedewasaan dan dilakukan mediasi sehingga ada solusi terbaik,” tegasnya.
Danposramil Belo, Serka Mukhtar menambahkan pada dasarnya konflik di desa seringkali dipicu karena kenakalan remaja, sehingga perlu peran serta masyarakat untuk membimbing anaknya serta ikut mengawasi anaknya.
“Kemudian tidak adanya kontrol dari orangtua termasuk sering keluar malam. Kemudian bergaul dan berteman dengan kelompok kriminal smpai dengan dampak dari ketergantungan narkoba,” ujarnya.
Ditambahkannya, konflik di desa lebih banyak melibatkan siswa. Kemudian masalah tersebut juga berimbas ke kampung sampai pada aksi pemblokiran jalan.
“Perlu adanya penegakan hukum yang jelas terhadap para pelaku. Sehingga tidak menimbulkan persepsi di masyarakat terhadap ketidaktegasan aparat keamanan,” ungkapnya.
Kasat Binmas Polres Bima, Iptu Sumardin menuturkan untuk penanganan konflik sudah sering dilakukan aparat keamanan. Misalnya, terkait konflik antara Desa roka dan Desa Runggu Kecamatan Belo. Konflik yang sering terjadi di Bima lebih banyak konflik antara individu, konflik dalam keluarga serta konflik dalam kelompok atau komunitas.
“Kemudian juga ada konflik antar etnis yang melibatkan antara kelompok etnis Sumba yang ada di Bima dengan warga lokal. Konflik tersebut cepat diredam karena adanya komunikasi yang baik,” bebernya.
Ditambahkan Camat Belo, Ruyani perlu upaya serius dalam melakukan pemberantasan Narkoba dan miras di tengah masyarakat karena seringkali memicu terjadinya konflik.
“Bahwa langkah antispasi dalam mencegah konflik pihaknya berharap agar aparat keamanan dapat memberikan pengamanan terhadap kegiatan sosial seperti acara hiburan,” katanya.
Selain itu, kata dia, perlu adanya penertiban masyarakat yang sering membawa senjata tajam atau senpi rakitan yang ada setiap desa.
“Serta perlu adanya penertiban terhadap aset daerah, jangan sampai ada aset milik daerah dikelola secara pribadi atau dijual belikan oleh oknum pejabat. Sebab dapat memicu adanya konflik dengan masyarakat,” sentilnya.